بسم الله الرحمن الرحيم
Allah berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan
teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu. (al-Hujuraat:6)
Setelah meneliti syubhat (argument lemah) yang dipaparkan penulis
dan melihat langsung buku asli yang dijadikan rujukan, kami
menyimpulkan bahwa argument yang ia sebutkan berlandaskan beberapa
factor:
1- Sengaja melencengkan kandungan buku-buku turas Islam sesuai hawa nafsunya.
2- Atau ia salah faham dengan maksud para ulama dalm buku-buku mereka (jahlun murakkab).
3- Tidak akurat dalam menukil perkataan ulama, dan cuma menukil apa yang sesuai dengan hawa nafsunya.
4- Mengklaim sesuatu tampa dasar/bukti.
Ini adalah metode yang digunakan oleh orang-orang orentalis, Islam
liberal, dan ahli bid'ah dalam menguatkan pendapatnya yang
melenceng/sesat untuk merusak Islam.
Kalau tidak percaya,… periksa sendiri !!!!!!
BUKTI #1: PENGUJIAN TERHADAP SUMBER
Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq!!!!
Jawaban:
Riwayat Hisyam bin Urwah terdapat dalam shahih Al-Bukhari dan Muslim,
sunan Abu daud, An-nas'I, dan Ibnu Majah, Musnad Ahmad dan banyak lagi
yang lain.
Hisyam meriwayatkan dari bapaknya (Urwah bin Az-zubair) dari Aisyah,
Rasulullah mengawini (akad nikah) nya ketika berumur 6 tahun, mulai
hidup bersama ketika berumur 9 tahun, dan mendampingi Rasulullah selama 9 tahun. (Ini salah satu lafadz dari Imam Al-Bukhari).
Dan salah satu lafadz dari Imam Muslim : "Rasulullah wafat ketika Aisyah berumur 18 tahun".
Memang kebanyakan perawi yang meriwayatkan hadits ini dari
Hisyam adalah orang 'Iraq; akan tetapi dalam Musnad Imam Ahmad,
At-Thabaqat Ibnu Sa'ad, dan Mu'jam Al-Kabir At-Tabrany menyebutkan bahwa
Abdul Rahman bin Abi Az-Zinad Al-Madany (orang Madinah) juga meriwayatkan hadits ini dari Hisyam.
Dalam Musnad Al-Humaedy, Sufyan Ats-Tsaury Al-Kufy (salah
seorang yang meriwayatkan dari Hisyam) mengatakan: Hadits ini adalah
salah satu hadits terbaik yang diriwayatkan Hisyam dari Bapaknya.
Ingatan Hisham sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya!!!!
Jawaban:
Selain Ya'qub bin Syaibah dan satu riwayat dari Imam Malik, sebagian besar ulama sepakat bahwa Hisyam adalah tsiqah
(haditsnya kuat) tanpa pengecualian. Diantara ulama yang menerima
periwayatan Hisyam secara mutlak adalah Ibnu Ma'in, Ibnu Sa'ad,
Al-'Ijly, Abu Hatim, Wahb, Ibnu Hibban, Al-Aswad, Ibnu Hajar dan
Az-Zahaby. (Lihat Tahdzib At-Tahdzib)
Imam Az-Zahabi dalam "Mizanu al-I`tidal" dan "Siyar A'lam" sangat memuji
riwayat Hisyam dan membantah pendapat Ya'qub dan riwayat dari Imam
Malik.
Ibnu Hajar dalam Tahdzib At-Tahdzib mengatakan: Alasan Ya'qub menolak
riwayat Hisyam sewaktu di Iraq, karena Hisyam ketika ke Irak untuk yang
ke tiga kalinya, Ia terkadang menjatuhkan (tidak menyebutkan) gurunya
ketika meriwayatkan hadits yang tidak secara langsung ia peroleh dari
bapaknya.
Oleh karena itu Ibnu Hajar dalam kitabnya "At-Taqrib" (ringkasan dan
kesimpulan dari Tahdzib At-Tahdzib) mengklaim bahwa Hisyam adalah tsiqah, faqih (ahli fiqh) dan terkadang melakukan tadlis (menjatuhkan perantara antara dia dengan gurunya ketika meriwayatkan hadis yang tidak ia terima langsung dari gurunya)
Imam Az-Zahabi dalam "Mizanu al-I`tidal" memang mengakui adanya sedikit
penurunan pada hafalan Hisyam di akhir usianya. Akan tetapi beliau
mengganggap bahwa perubahan itu wajar saja dan tidak mempengaruhi
periwayatannya. Olehnya itu di awal biografi hisyam beliau mengatakan
bahwa Hisyam adalah salah satu ulama besar (al-A'lam), hujjah (rujukan ketika ada perselisihan dlm riwayat), dan seorang Imam (dalam periwayatan). Bahkan Az-Zahabi menggelarinya syek Islam.
Kesimpulan: Riwayat Hisyam tidak jelek. Penulis tidak amanah dan tdak bisa dipercaya ketika menukil dari Ibnu Hajar dan Az-Zahabi !!!!.
Seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga!!!!
Jawaban:
Untuk menerima suatu hadits, ulama tidak menyaratkan perawinya harus lebih dari satu orang. Selama ia tsiqah, apapun yang ia riwayatkan akan diterima selama tidak menyalahi riwayat orang yang lebih kuat dan tsiqah.
Akan tetapi dalam hadits ini Hisyam tidak sendiri meriwayatkan dari bapaknya (Urwah bin Az-Zubair); Imam Az-Zuhry
(dalam shahih Muslim, Musnad Ahmad, Mushannaf Abdul Razaq, Sunan
Al-Kubra An-Nasa'I, Mu'jam Al-Kabir At-Thabrany, dan Syarh As-Sunnah
Al-Bagawy) juga meriwayatkan dari Urwah.
Dan yang meriwayatkan dari Aisyah bukan cuma Urwah saja; Al-Aswad bin Yazid An-Nakha'I (dalam shahih Muslim), Abu Salamah bin Abdul Rahman (dalam Sunan An-Nasa'i), Ibnu Abi Mulaikah (dalam Sunan Al-Kubra An-Nasai dan Mu'jam Al-Aushat At-Thabarany), Al-Qasim bin Muhammad dan Abdul Malik bin Umaer (dalam Mu'jam Al-Kabir At-Thabarany), dan Yahya bin Abdul Rahman (dalam Musnad Abu Ya'la), mereka juga meriyatkan hadits ini dari Aisyah.
Dan bukan cuma Aisyah yang menceritakan kisah ini; Abdullah bin Mas'ud (dalam Sunan Al-Kubra An-Nasai dan Mu'jam Al-Kabir At-Thabarany) juga meriwayatkannya.
Kesimpulan: Hisyam tidak sendiri meriwayatkan kisah ini !!!!!
BUKTI #2: MEMINANG
Menurut Thabari (juga menurut Hisham ibn
`Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan
mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.
Jawaban:
Dalam shahih Muslim memang disebutkan riwayat bahwa Aisyah dipinang pada usia 7 tahun.
Imam An-Nawawy mengatakan: Riwayat yang paling banyak adalah 6 tahun,
dan untuk meyatukan kedua riwayat itu; bahwa umur Aisyah pada waktu itu 6
tahun beberapa bulan, memasuki umur 7 tahun. [Syarh Sahih Muslim 9/207]
At-Thabari mengatakan: ”Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya”
Jawaban:
Penulis tidak akurat dalam menulik dari At-Thabary !!! ; Imam At-Thabary mengatakan :
حدث علي بن محمد عمن حدثه ومن ذكرت من شيوخه قال : تزوج أبو بكر في الجاهلية قتيلة
(ووافقه على ذلك الواقدي والكلبي قالوا : وهي قتيلة ابنة عبدالعزى بن عبد
بن أسعد بن جابر بن مالك بن حسل بن عامر بن لؤي)، فولدت له عبد الله وأسماء . وتزوج أيضا في الجاهلية أم رومان
بنت عامر بن عميرة بن ذهل بن دهمان بن الحارث بن غنم بن مالك بن كنانة
(وقال بعضهم : هي أم رومان بنت عامر بن عويمر بن عبد شمس بن عتاب بن أذينة
بن سبيع بن دهمان بن الحارث بن غنم بن مالك بن كنانة)، فولدت له عبدالرحمن وعائشة . فكل هؤلاء الأربعة من أولاده ولدوا من زوجتيه اللتين سميناهما في الجاهلية [تاريخ الطبري (2/ 351)]
Ali bin Muhammad meriwayatkan dari para gurunya bahwa Abu Bakr kawin
dengan Qutailah bint Abdul Uzza pada masa Jahiliyah, dari rahimnya lahir
Abdullah dan Asma. Dan pada masa jahiliah, juga kawin dengan Ummu
Rumman bint Amir, melahirkan Abdul Rahman dan Aisyah. Jadi keempat anak
Abu Bakr lahir dari kedua istrinya yang dinikahi pada masa Jahiliyah.
(demikian secara ringkas)
Jadi riwayat Imam At-Thabary tidak menunjukkan kalau Aisyah
lahir di masa Jahiliyah. Dan penulis tidak paham atau sengaja tidak
paham !!!!!
Buktinya, Ibnu Hajar dalam kitabnya "Al-Ishabah" mengatakan Aisya lahir 4
atau 5 tahun setelah Rasulullah diutus (setelah era jahiliyah).
Imam Al-Baehaqi dalam kitabnya "Sunan Al-Kubra" menukil perkataan Imam
Ahmad bahwasanya Aisya lahir setelah ayahnya masuk Islam. Demikian pula
pendapat Az-Zahaby dalam kitanya "Siyar A'lam An-Nubala".
BUKTI # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah
Menurut Ibn Hajar, ”Fatima dilahirkan
ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun…
Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah”
Jawaban:
Penulis tidak akurat dalam menukil perkataan Ibnu Hajar!!!
Ibnu Hajar mengatakan:
اختلف في سنة مولدها ؛ فروى الواقدي عن طريق أبي جعفر
الباقر قال : قال العباس : ولدت فاطمة والكعبة تبنى والنبي صلى الله عليه
وسلم ابن خمس وثلاثين سنة . وبهذا جزم المدائني .
ونقل أبو عمر عن عبيد الله بن محمد بن سليمان بن جعفر
الهاشمي ؛ أنها ولدت سنة إحدى وأربعين من مولد النبي صلى الله عليه وسلم
وكان مولدها قبل البعثة بقليل نحو سنة أو أكثر . وهي أسن من عائشة بنحو خمس سنين . [الإصابة في تمييز الصحابة (8/ 54)]
"Kelahiran Fatimah
diperselisihkan, menurut Al-Abbas; ”Fatimah dilahirkan ketika Ka`bah
dibangun kembali, ketika Nabi sallallahu 'alaihi wasallam berusia 35
tahun".
Sedangkan menurut Ubaedillah bin Muhammad Al-Hasyimy; "Fatimah lahir
ketika Rasulullah berumur 41 tahun, kelahiran Fatimah setahun atau lebih
sebelum Rasulullah diutus, dan Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah".
(Demikian secara ringkas kutipan dari Al-Ishabah).
Kesimpulan: Sesuai pendapat Ubaedillah, Rasulullah diutus ketika
berumur kurang lebih 42 tahun; 13 tahun kemudian hijrah ke madinah
ketika berumur 55 tahun; 2 tahun sebelum hijrah Rasulullah melamar
Aisyah yg berumur 6 tahun dan Rasulullah berumur 53 tahun. Aisyah lahir
ketika Rasulullah berumur kurang lebih 47 tahun. Jadi perbedaan umur
Aisyah dan Fatimah sekitar 5 tahun.
BUKTI #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’
Menurut Abdur Rahman ibn Abi Zannad: ”Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah”
Menurut Ibn Kathir: ”Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]”
Jawaban:
Pendapat kedua ulama di atas tidak bisa dibandingkan dengan riwayat Imam
Bukahri dan Muslim yang kesahihannya disepakati oleh ummat khususnya
ahli Hadits.
Oleh karena itu Imam Az-Zahabi mengatakan:
كانت أسن من عائشة ببضع عشرة سنة . [سير أعلام النبلاء (2/ 288)]
"Asma lebih tua dari Aisya 13-19 tahun (bidh'I 'asyarah)."
Kata bidh'I artinya 3-9. Jadi Imam Az-Zahabi tidak memastikan selisih umur Asma dan Aisya.
BUKTI #5: Perang BADAR dan UHUD
Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.
Jawaban:
Kisah yang disebutkan dalam shahih Muslim tidak terjadi di medan perang
Badar, tapi terjadi saat Rasulullah beserta pasukan hendak meninggalkan
Madinah menuju Badar. Ini bisa dipahami dari dalam kisah tersebut dimana
seseorang meminta izin kepada Rasulullah untuk diikutsertakan dalam
perang Badr. [Sahih Muslim 5/200 no. 4803]
Oleh karena itu Imam An-Nawawy ketika mensyarah hadits tersebut mengatkan: perkataan Aisyah: حتى إذا كنا بالشجرة ”ketika
kita mencapai Syajarah”, kemungkinan Aisyah hadir bersama orang-orang
yang mengantar keberangkatan Rasulullah, atau kata "kita" maksudnya
orang muslim yang hadir waktu itu. [Syarh sahih Muslim 12/199]
”Anas mencatat bahwa pada hari Uhud,
Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya
melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit
pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”
Jawaban:
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab sahihnya 4/33 no. 2880.
Anas bin Malik wafat tahun 92H atau 93H di usianya yang ke 103 (lihat
Tahdzib At-Tahdzib). Berarti waktu hijrah Anas berusia 10 tahun, ini
menunjukkan bahwa Anas pun tidak mengikuti perang Uhud karena umurnya
baru 13 tahun.
Ibnu Hajar ketika mensyarah hadts ini mengatakan: Saya tidak melihat
(dari hadts ini) penyebutan secara jelas kalau para wanita ikut
berperang (mengangkat senjata). Oleh karena itu Ibnu Al-Munir
mengatakan: kemungkinan maksudnya (Imam Al-Bukahri dengan باب غزو النساء وقتالهن مع الرجال "bab
peperangan wanita bersama laki-laki") adalah mereka membantu mereka
secara tidak langsung (yang sedang perang dgn mengambilkan anak panah
dan lain-lain), atau mereka itu sekedar memberi minum kepada perajurit
yang terluka dan membalas serangan jika terdesak. [Fathul Bary 6/78]
Pendapat ini juga didukung oleh Al-'Aeny dlm Umdatul Qari (syarah shahih Al-Bukahry)
Jadi menurut saya, kejadian yang disaksikan Anas terjadi setelah
perajurit kembali ke Madinah. Atau Anas ikut ibunya (Ummu Sulaim) dalam
perang Uhud sekalipun tidak cukup umur seperti Aisyah karena mereka cuma
membantu saja dan tidak ikut perang secara langsung.
Beda halnya dengan Ibnu Umar, tidak diizinkan oleh Rasulullah karena ia
ingin ikut secara langsung di medan perang mengangkat senjata melawan
orang musyrik. Sedangkan untuk kartegori ini tidak diizinkan kecuali
yang berusia 15 tahun ke atas.
Atau, keikutsertaan Aisya pada perang Uhud untuk mendampingi Rasulullah.
Dan kita ketahui kebiasaan Rasulullah mengundi para istrinya yang akan
mendampingi ketika bepegian. Dan ternyata undian Aisyah yang naik, dan
berhak mendampingi Rasulullah pada perang Uhud sekalipun tidak cukup
usia.
Wallahu a'lam !!!
BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985)
Jawaban:
Syekh Muhammad Sayyid At-Thanthawy (mantan syekh azhar) dalam tafsirnya
"Al-Wasith" mengatakan: bahwa kejadian terbelahnya bulan terjadi sekitar
5 tahun sebelum hijrah.
Demikian pula pendapat As'ad Humad dalam kitabnya "Aesar At-Tafasiir".
Ini adalah pendapat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 6/632 kitab المناقب bab 27 " سؤال المشركين …" .
Ibnu 'Asyur dalam tafsirnya mengatakan: ayat pertama surah Al-Qamar
turun sebagai saksi terjadinya pembelahan bulan dimasa Rasulullah
mu'jizat yang diminta oleh orang Musyrik.
Kemudian mengatakan: kebanyakan ahli tafsir yang terdahulu atau yang
belakangan mengatakan bahwa kejadian pembelahan bulan terjadi setelah
awal surah al-Qamar turun, atau beberapa waktu sebelum ayat tersebut
turun.
Kesimpulan: Surah 54 (al-Qamar) turun sekitar 5 tahun sebelum hijrah dan bukan 8 tahun. Berarti umur Aisya pada waktu itu 3 tahun.
Jariyah berarti gadis muda yang masih
suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah
menjadi jariyah bukan sibyah (bayi).
Jawaban:
Dalam kamus Kontemporer Arab Indonesia oleh Atabik Ali menejemahkan kata جارية "jariyah" sebagai berikut:
Jariyah: Amah : budak perempuan
Jariyah: Khadimah: pelayan perempuan
Jariyah: Imra-atun zinjiyah: wanita negro
Jariyah= Shabiyah= Gadis kecil.
Dan dalam kamus Arab Indonesia oleh Prof.DR.H. Mahmud Yunus, menerjemahkan kata صبية "Shabiyah" = kanak-kanak yang belum cukup umur.
Kesimpulan: Anak yang berumur 3 tahun bisa disebut "jariyah" atau "sibyah" dalam bahasa Arab. [Lihat lisan Al-'Arab 14/449]
BUKTI #7: Terminologi Bahasa Arab
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan
segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk
gadis belia berusia 9 tahun.
Jawaban:
Dalam kamus Kontemporer Arab Indonesia oleh Atabik Ali menejemahkan kata بكر "bikr" = wanita yang hamil pertama kali.
Bikr = 'Adzraa' = perawan, gadis.
Dan dalam kamus Arab Indonesia oleh Prof.DR.H. Mahmud Yunus, menerjemahkan kata "bikr": anak dara, perawan, gadis.
Kesimpulan: Selama perempuan itu masih perawan berapun umurnya (anak-anak atau dewasa, sudah baliq atau belum) sah saja disebut "bikr" dalam bahasa Arab . [Lihat Taaj Al-'Aruus 10/239]
BUKTI #8. Teks Qur’an
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu !!!
Jawaban:
Allah berfirman yagn artinya: "Dan perempuan-perempuan yang tidak haid
lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu
(tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan
begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid …". (Ath-Thalaq:4)
Dari ayat diatas ulama berkesimpulan, bolehnya menikahi perempuan yang belum haid. (mafhum mukhalafah dari ayat tersebut).
Ibnu Hajar berkata:
قول الله تعالى {واللائي لم يحضن} فجعل عدتها ثلاثة
اشهر قبل البلوغ أي فدل على أن نكاحها قبل البلوغ جائز [فتح الباري لابن
حجر - دار المعرفة (9/ 190) باب انكاح الرجل ولده الصغار]
Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri !!!
Jawaban:
Pada ayat sebelumnya Allah berfirman yang artinya: Dan jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. (QS.4: 3)
Ayat ini menunjukkan bolehnya kawin dengan perempuan anak yatim yang
balig maupun yang belum. Bahkan kata yatim lebih cocok untuk yang belum
balig.
BUKTI #9: Ijin dalam pernikahan
Seorang wanita harus ditanya dan diminta
persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al
Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665)
Jawaban:
Ibnu Rusdy dalam kitabnya "bidayah al-mujtahid" mengatakan: Jumhur ulama
–kecuali yang melenceng- sepakat bahwa seorang ayah boleh memaksa
(tidak meminta persetujuan) anak gadisnya yang belum balig untuk dinikahkan. Dengan dalil hadits pernikana Aisyah.
Imam An-Nawawy ketika mensyarah hadits "umur perkawinan Aisyah"
mengatakan: Hadits ini jelas menunjukkan bolehnya seorang ayah
mengawinkan anak gadisnya yang masih kecil tampa seizinnya; karena anak
kecil tidak bisa dimintai izin, dan kakek sama hukumnya dengan ayah, …
dan umat Islam sepakat akan hal ini. Apabila anak itu sudah baliq, ia
tidak bisa membatalkan perkawinan tersebut menurut Imam Malik,
Asy-Syafi'I, dan semua Fuqaha Al-Hijaz …
Dan ketahuilah bahwasanya Imam Asy-Syafi'I dan para sahabatnya
mengatakan: Dianjurkan agar ayah dan kakek tidak mengawinkan anak
perawannya sampai ia balig dan hendaknya dimintai izin, agar tidak
menyerahkannya kepada suaminya sementara ia tidak senang.
Adapun yang mereka katakan ini tidak menyalahi hadits Aisyah, karena
maksud mereka; tidak mengawinkannya sebelum balig jika tidak ada
keuntungan jelas yang dikhawatikan tdak tercapai jika perkawinannya
ditunda seperti kisah Aisyah. Jika demikian, maka dianjurkan untuk
melaksanakan perkawinan tersebut (sebelum balig) karena seorang ayah
diperintahkan untuk mengambil keuntungan untuk anaknya jangan sampai
kehilangan. [lihat syarah sahih Muslim 9/206]
Ibnu hajar mengatakan, Al-Mahlab mengatakan: Ulama sepakat bahwa seorang
ayah boleh menikahkan anak gadisnya yang masih kecil perawan sekalipun
belum bisa disetubuhi. (lihat fathul bari dan Nailul Authar oleh
Asy-Syaukani)
Adapun hadits Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Tidk boleh menikahkan
perawan kecuali dimintai persetujuan". (shahih Al-Bukhary)
Jumhur mengatakan yang dimaksud perawan dalam hadits tersebut adalah khusus yang sudah balig.
Kemudian, persetujuan seorang perawan ketika mau dinikahkan cukup dengan
cara diam. (shahih bukahri, muslim dan yang lainnya; lanjutan hadits
Abu Hurairah di atas)
Akan tetapi, menikahkan anak gadis dengan pasangannya yang sesuai umur sangat dianjurkan kecuali ada manfaat lain. Dalilnya:
Hadits Buraidah, Abu Bakr dan Umar melamar Fatimah, Rasulullah
mengatakan: Ia masih kecil. Kemudian dilamar oleh Ali, maka Rasulullah
menikahkannya. (Sunan An-Nasai: dengan sanad yang hasan)
Ulama mengatakan: dari hadits di atas ada 2 kemungkinan:
- Ketika dilamar Abu Bakr dan Umar, Fatimah masih kecil belum mampu berhubungan badan, dan ketika dilamar Ali, Fatimah sudah mampu.
- Rasulullah melihat perselisihan umur Abu Bakr dan Umar dengan Fatimah sangat jauh berbeda.
Kesimpulan:
- Seorang bapak boleh menikahkan anak gadisnya yang masih kecil
(sekalipun masih bayi) selama tidak ada bahaya tapi tidak boleh
berhubungan kecuali setelah mampu (balig).
Akan tetapi jika perkawinan tersebut akan menimbulkan kerusakan, maka
hal itu terlarang. Allah berfirman: "Dan Allah tdk meyukai kerusakan".
(Al-Baqarah:205) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. (Al-Maidah:64; Al-Qashash:77)
Rasulullah bersabda: لا ضرر ولا ضرار , aritnya: jangan melakukan kerusakan kepada saudaramu, dan jangan membalas kerusakan dengan kerusakan.
- Dianjurkan penyesuaian umur kedua mempelai supaya perkawinannya langgeng, kecuali ada manfaat lain.
- Sebaiknya mematuhi aturan pemerintah, selama tidak bertentangan dengan
syari'at dan tidak bertentangan dengan manfaat yang lebih akurat. Allah
berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. (An-Nisa:59)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar nya..:)