...Saudaraku,^_^
seringkali lisan ini
tergelincir mengucapkan kata-kata kotor, mencela orang lain,
membicarakan orang lain padahal dia tidak senang untuk diceritakan,
bahkan seringkali lisan ini mengucapkan kata-kata yang mengandung
kesyirikan dan kekufuran.
Harusnya setiap muslim mengoreksi
diri dalam setiap tingkah lakunya, apalagi dalam perkara lisannya, yang
begitu enteng mengucapkan sesuatu karena keluar dari lidah yang tak
bertulang.
Ingatlah saudaraku, setiap yang kita ucapkan,
mencakup perkataan yang baik, yang buruk juga yang sia-sia akan selalu
dicatat oleh malaikat yang setiap saat mengawasi kita. Seharusnya kita
selalu merenungkan ayat berikut agar tidak serampangan mengeluarkan
kata-kata dari lisan ini. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Tiada
suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18). Ucapan dalam ayat ini
bersifat umum. Oleh karena itu, bukan perkataan yang baik dan buruk
saja yang akan dicatat oleh malaikat, tetapi termasuk juga kata-kata
yang tidak bermanfaat atau sia-sia. (Lihat Tafsir Syaikh Ibnu Utsaimin
pada Surat Qaaf)
Kita dapat melihat contoh ulama yang selalu
menjaga lisannya bahkan sampai dalam keadaan sakit. Imam Ahmad pernah
didatangi oleh seseorang dan beliau dalam keadaan sakit. Kemudian beliau
merintih karena sakit yang dideritanya. Lalu ada yang berkata kepadanya
(yaitu Thowus, seorang tabi’in yang terkenal), “Sesungguhnya rintihan
sakit juga dicatat (oleh malaikat).” Setelah mendengar nasehat itu, Imam
Ahmad langsung diam, tidak merintih. Beliau takut jika merintih sakit,
rintihannya tersebut akan dicatat oleh malaikat. (Silsilah Liqo’at Al
Bab Al Maftuh, 11/5)
Lihatlah saudaraku, bentuk rintihan seperti ini saja dicatat oleh malaikat, apalagi ketergelinciran lisan yang lebih dari itu.
Ibnu Mas'ud mengatakan, "Tidak ada yang lebih pantas dipenjara dalam
waktu yang lama melainkan lisanku ini." (Mukhtashor Minhajil Qoshidin,
hal. 165, Maktabah Darul Bayan)
Di Antara Ketergilincaran Lisan
[Pertama] Mencela Makhluk yang Tidak Dapat Berbuat Apa-apa
Misalnya dengan mengatakan, ‘Bencana ini bisa terjadi karena bulan ini
adalah bulan Suro’ atau mengatakan ‘Sialan! Gara-gara angin ribut ini,
kita gagal panen’ atau dengan mengatakan pula, ‘Aduh!! hujan lagi, hujan
lagi’.
Lidah ini begitu mudah mengucapkan perkataan seperti
ini. Padahal makhluk yang kita cela tersebut tidak mampu berbuat apa-apa
kecuali atas kehendak Allah. Mencaci waktu, angin, dan hujan, pada
dasarnya telah mencaci, mengganggu dan menyakiti yang telah menciptakan
dan mengatur mereka yaitu Allah Ta’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Allah Ta'ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia
mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa.
Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti’.” (HR.
Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki angin.” (HR. Tirmidzi, beliau
mengatakan hasan shohih)
[Kedua] Seringnya Berdusta
Hal ini juga sering dilakukan oleh kita saat ini. Dalam mu’amalah saja
seringkali seperti itu. Hanya ingin mendapat untung yang besar, seorang
tukang bangunan rela berdusta. Harga semennya sebenarnya 30 ribu, namun
tukang tersebut mengatakan pada juragannya bahwa harganya 40 ribu.
Begitu juga dalam mendidik anak, seringkali juga muncul perkataan
dusta. Ketika seorang anak merengek, menangis terus-terusan. Untuk
mendiamkannya, sang Ibu spontan mengatakan, “Iya, iya, nanti Mama akan
belikan coklat di warung. Sekarang jangan nangis lagi.” Setelah anaknya
diam, ibunya malah tidak memberikan dia apa-apa. Kelakuan ibu ini juga
secara tidak langsung telah mengajarkan anaknya untuk berdusta. Jadi
jangan salahkan anaknya, jika dewasa nanti, anaknya malah yang sering
membohongi orang tuanya.
Saudaraku, bentuk pertama dan kedua
ini sama-sama berkata dusta. Ingatlah bahwa perbuatan semacam ini
termasuk ciri-ciri kemunafikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tanda orang munafik itu ada tiga : jika berkata, dia dusta;
jika berjanji, dia menyelisinya; dan jika diberi amanat, dia
berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah di antara dua bentuk ketergelinciran lisan dan masih banyak sekali bentuk yang lainnya.
Berpikirlah Sebelum Berucap
Hendaklah seseorang berpikir dulu sebelum berbicara. Siapa tahu karena
lisannya, dia akan dilempar ke neraka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan
suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu,
sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari
pada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim)
Ulama besar
Syafi’iyyah, An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim tatkala
menjelaskan hadits ini mengatakan, ”Ini merupakan dalil yang mendorong
setiap orang agar selalu menjaga lisannya sebagaimana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ‘Barangsiapa beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka
diamlah.’ (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, selayaknya setiap
orang yang berbicara dengan suatu perkataan atau kalimat, hendaknya
merenungkan dalam dirinya sebelum berucap. Jika memang ada manfaatnya,
maka dia baru berbicara. Namun jika tidak, hendaklah dia menahan
lisannya.”
Itulah manusia, dia menganggap perkataannya seperti itu
tidak apa-apa, namun di sisi Allah itu adalah suatu perkara yang bukan
sepele. Allah Ta’ala berfirman, “Kamu menganggapnya suatu yang ringan
saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. An Nur [24] : 15)
Dalam Tafsir Al Jalalain dikatakan bahwa orang-orang biasa menganggap
perkara ini ringan. Namun, di sisi Allah perkara ini dosanya amatlah
besar.
Dengan Lisan, Seseorang Bisa Ditinggikan Derajatnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang
hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu
Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu.” (HR. Bukhari)
Ketinggian derajat di sini bisa diperoleh jika lisan selalu diarahkan
pada perkara kebaikan, di antaranya dengan berdo’a, membaca Al Qur’an,
berdakwah di jalan Allah, mengajarkan orang lain di majelis ilmu dan
lain sebagainya. Atau dengan kata lain, ketinggian derajat tersebut bisa
diperoleh dengan mengarahkan lisan pada perkara-perkara yang Allah
ridhoi. (Lihat Nashihatu Linnisa’, hal. 20)
Semoga kita
dimudahkan oleh Allah untuk menjaga lisan ini dan mengarahkannya kepada
hal-hal yang dirihoi oleh Allah. Amin Ya Mujibad Da’awat.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat.
(`'•.¸Selamat datang di Blogger kami ARTIKEL ISLAM. Pemilik Blogger ini Akhi Amran., yang menyediakan Artikel Artikel Pilihan. Semoga yang Akhi Amran sajikan dalam Blogger sederhana ini bermanfaat bagi pengunjung sekalian. Setiap pengunjung boleh mengcopy dan menyebarkan tulisan dalam Blogger ini dengan tetap menjaga amanat ilmiah.¸.•'´)
PILIHAN
- Daftar isi
- Bersama.•* Satu Iman Dalam Islamﷲ
- Kisah Nabi Muhammad dan Para Sahabat
- Goda'an Wanita
- Wanita keluar rumah
- Syarat pakaian wanita muslimah
- Inilah Jalanku!
- Inilah Jalanku...II
- Do'a bepergian (musafir)
- Meraih cinta Allah
- Jangan MARAH
- Orang Sabar
- Fungsi Musibah
- Pernikahan Aisyah dengan Rasulullah
- Indahnya Bertakwa
- Taubat .. Kenapa tidak ?
- 10 dari Buah Iman
- SABAR DAN IKHLAS
- (Larangan Berdebat, Jidal dan Bertengkar, Khususnya Dalam Masalah Al-Qur’an)
- Kretariat Wanita Idaman
- Lemah Lembut Dalam Bertutur kata
- Hati-Hati dengan Lisan Kita ini Saudaraku fillah
Pilihan
Daftar Isi (2)
(1)
Sukron Kang atas artikel nya, alloh yang akan membalas semuanya, jd ada pencerahan jg neh buat ane, sekali lagi sukron katsiran !!!!
BalasHapus