(Larangan Berdebat, Jidal dan Bertengkar, Khususnya Dalam Masalah Al-Qur’an)

Allah Shubhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (darimu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan,” (Al-Baqarah:204 -205).

Allah Shubhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Maka sesungguh nya, telah kami mudahkan Al-Qur’an itu dengan bahasa mu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al-Qur’an itu kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang ,” (Maryam: 97).

Allah Shubhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar,”(Az -Zukhruf : 58).

Diriwayat kan dari Abu Umamah r.a., ia berkata: “Rasulullah Shalallahu`Alaihi Wassallam. bersabda :‘Tidak lah sesat suatu kaum setelah mendapat petunjuk kecuali karena mereka gemar berdebat.

Kemudian Rasulullah Shalallahu`Alaihi Wassallam.membacakan ayat,

‘Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.’(Az -Zukhruf: 58).”

 (Hasan, HR Tirmidzi [3253], Ibnu Majah [48],Ahmad [V/252-256], dan Hakim [II/ 447-448]).Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a., ia berkata, “Rasulullah Shalallahu`Alaihi Wassallam.
. bersabda :‘Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang paling keras penantangnya lagi lihai bersilat lidah’.”
(HR Bukhari [2457] dan Muslim [2668]).Diriwayatkan dari Ziyad bin Hudair, ia berkata, “Umar pernah berkata kepadaku , ‘Tahukah engkau perkara yang merobohkan Islam?’ ‘Tidak! Jawabku.
 ’ Umar berkata, ‘Perkara yang merobohkan Islam adalah ketergelinciran seorang alim, debat orang munafik tentang Al-Qur’an dan ketetapan hukum imam yang sesat’.” (Shahih, HR Ad-Darimi [I/71], al-Khatib al-Baghdadi dalam kitabal-Faqiih wal Mutafaqqih [I/234], IbnulMubarak dalam az-Zuhd [1475], AbuNu’aim dalam al-Hilyah [IV/ 196]).
Diriwayatkan dari Abu Ustman an-Nahdi,
 ia berkata, “Aku duduk dibawah mimbar Umar, saat itu beliau sedang menyampaikan khutbah kepada manusia. Ia berkata dalam khutbahnya , Aku mendengar Rasulullah Shalallahu`Alaihi Wassallam.
 bersabda : ‘Sesungguhnya, perkara yang sangat aku takutkan atas ummat ini adalah orang munafik yang lihai bersilat lidah’.” (Shahih, HR Ahmad [I/ 22 dan 44],
Abu Ya’la [91], Abdu bin Humaid [11], al-Firyabi dalam kitab ShifatulMunaafiq [24], al-Baihaqi dalam Syu’abul Iimaan [1641]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.,dari Rasulullah Shalallahu`Alaihi Wassallam.., “Perdebatan tentang Al-Qur’an dapat menyeret kepada kekufuran.” (HR Abu Daud [4603], Ahmad [II/ 286, 424, 475, 478,494, 503 dan 528], Ibnu Hibban [1464]).

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amru r.a., ia berkata, “Pada suatu hari aku datang menemui Rasulullah Shalallahu`Alaihi Wassallam pagi-pagi buta. Beliau mendengar dua orang lelaki sedang bertengkar tentang sebuah ayat. Lalu beliau keluar menemui kami dengan rona wajah marah.

 Beliau berkata, ‘Sesungguhnya, perkara yang membinasakan ummat sebelum kalian adalah perselisihan mereka al-Kitab’.” (HR Muslim [2666]).
  Diriway atkan dari ‘Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya (yakni ‘Abdullah bin ‘Amru r.a.),bahwa suatu hari Rasulullah Shalallahu`Alaihi Wassalam.mendengar sejumlah orang sedang bertengkar, lantas beliau bersabda, “Sesungguhnya, ummat sebelum kalian binasa disebabkan mereka mempertentangkan satu ayat dalam Kitabullah dengan ayat lain.Sesungguhnya Allah menurunkan ayat-ayat dalam Kitabullah itu saling membenarkan satu sama lain. Jika kalian mengetahui maksudnya, maka katakanlah! Jika tidak, maka serahkanlah kepada yang mengetehuinya.” (Hasan, HR IbnuMajah [85], Ahmad [II/ 185, 195-196],dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah[121]).


Kandugan Bab:1. Ayat-ayat dan hadits-hadits yang kami sebutkan di atas secara tegas melarang jidal dan perdebatan. (Akan tetapi) siapa saja yang mentadabburi ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah serta atsar para Salaf tentu akan mendapati anjuran beradu argumentasi dan berdebat.

 Diantaranya adalah firman Allah Shubhanahu Wa`Ta'ala,
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (An-Nahl: 125).

 Dan firman Allah Shubhanahu Wa`Ta'ala,
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik,” (Al-Ankabuut: 46).

 Ayat-ayat dalam Kitabullah tidak lah bertentangan satu sama lainnya,bahkan saling membenarkan. Dari situ dapatlah kita ketahui bahwa jidal dan debat yang dicela dalam Al-Qur’an tidak sama dengan jidal dan debat yang dianjurkan. Jidal dan debat itu ada yang terpuji dan ada yang tercela.Kedua jenis itu sama-sama disebutkan dalam Al-Qur’an.

 Adapun jidal yang tercela disebutkan dalam firman Allah Shubhanahu Wa`Ta'ala,
“(Yaitu) orang orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang beriman.” (Ghaafir: 35).

Jadi jelaslah, jidal yang tercela itu adalah jidal tanpa hujjah, jidal dalam membela kebathilan dan berdebat tentang Al-Qur’an untuk mencari-cari fitnah dan takwil bathil.Adapun jidal yang terpuji adalah nasihat untuk Allah, Rasul-Nya, Kitab-Nya, para Imam dan segenap kaum Muslimin.
 Nabi Nuh Alaihissallam sering beradu argumentasi dengan kaumnya hingga beliau menegakkan hujjah atas mereka dan menjelaskan kepada mereka jalan yang benar.

 Allah Shubhanahu Wa`Ta'ala berfirman,
“Hai Nuh,sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahan mu terhadap kami,” (Huud: 32).

 Demikianlah sunnah Rasulullah Shalallahu`Alaihi Wassallam. dan sirah (sejarah hidup) generasi Salaf (Sahabat) terdahulu r.a. Jadi jelaslah, jidal yang terpuji tujuannya adalah membela kebenaran dan untuk mencari kebenaran, untuk menampak kan kebathilan dan menjelaskan kerusakannya. Ada pun jidal yang tercela adalah sikap menentang dan bersitegang urat leher dalam adu argumentasi untuk membela kebathilan dan menolak kebenaran.

 2. Ibnu Hibban berkata (IV/ 326), “Jika seseorang berdebat tentang Al-Qur’an, maka apabila Allah tidak melindunginya ia akan terseret kepada keraguan dalam mengimani ayat-a yat mutasyabihat. Jika sudah di susupi keraguan, maka ia akan menolaknya. Rasulullah Shalallahu`Alaihi Wassallam. menyebutnya sebagai kekufuran yang merupakan salah satu bentuk penolakan yang berpangkal dari perdebatan.”

 3. Oleh sebab itu, seorang Muslim harus mengimani seluruh ayat-ayat Al-Qur’an, yang muhkam mau pun yang mutasyaabih. Karena semua nya berasal dari Allah. Jika ia tidak mengetahui , hendaklah bertanya kepada ahli ilmu atau menyerah kan masalah kepada orang yang mengetahui nya. Ia tidak boleh bertanya kepada orang yang tidak mengetahui nya.

4. Perselisihan tentang Al-Qur’an dapat menyeret kepada sikap mempertentangkan satu ayat dengan ayat lainnya. Kemudian dari situ akan muncul sikap melepaskan diri dari hukum-hukum nya dan mengubah hukum halal haramnya. Kemudian akan berlakulah sunnatullah pada ummat terdahulu atas orang-orang yang saling berselisih itu, yakni kebinasaan dan kehancuran.

3 komentar:

Beri Komentar nya..:)